Sabtu, 26 Desember 2015

Integrasi Sosial Rakyat Aceh (Pertentangan Sosial dan Integrasi Masyarat)

Gerakan Aceh Merdeka atau yang biasa disebut dengan GAM, merupakan organisasi separatisme yang telah berdiri di Aceh sejak tahun 1976. Tujuan didirikannya GAM ini ialah agar Aceh dapat lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan membuat negara kesatuan sendiri dengan nama Nanggroe Aceh Darussalam. Gerakan Aceh Merdeka juga dikenal dengan nama Aceh Sumatera National Liberation Front (ASNLF).


Pada awalnya, GAM adalah sebuah organisasi yang diproklamirkan secara terbatas. Deklarasi GAM yang dikumandangkan oleh Hasan Tiro dilakukan secara diam-diam disebuah kamp kedua yang bertempat di bukit Cokan, Pedalaman Kecamatan Tiro, Pidie. Setahun kemudian, teks tesebut disebarluaskan dalam versi tiga bahasa; Inggris Indonesia, dan Aceh. Penyebaran naskah teks proklamasi GAM ini, terungkap ketika salah seorang anggotanya ditangkap oleh polisi dikarena pemalsuan formulir pemilu di tahun 1977. Sejak itulah, pemerintahan orde baru mengetahui tentang pergerakan bawah tanah di Aceh.

Pada awalnya, gerakan ini terdiri dari sekelompok intelektual yang merasa kecewa atas model pembangunan di Aceh. Hal ini terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan di bawah orang-orang Jawa. Kelompok intelektual ini berasumsi bahwa telah terjadi kolonialisasi Jawa atas masyarakat dan kekayaan alam di Aceh. Untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat, kalangan pemuda, serta tokoh-tokoh agama di Aceh, Hasan Tiro mereproduksi gagasan anti-kolonialisasi Jawa. Gagasan-gagasan Hasan Tiro ini semakin memuncak setelah pemerintah orde baru meng-eksplorasi kekayaan gas alam dan minyak bumi di Aceh Utara sejak awal 1970-an.


Sebab lain terjadinya gerakan separatisme GAM di Aceh, di perkuat oleh dukungan yang datang dari para tokoh Darul Islam (DI) di Aceh yang belum diselesaikan secara tuntas di era orde lama. Tokoh-tokoh DI/TII yang gagal melakukan pemberontakan di Aceh, merasa bahwa dukungan mereka kepada GAM akan dapat membantu Aceh memperoleh kemerdekaannya sendiri.

Munculnya kelompok GAM ditanggapi oleh pemerintahan orde baru dengan cara yang represif. GAM dipandang sebagai gerakan pengacau liar sehingga harus dibasmi. Dimasa orde baru, tidak ada toleransi bagi kaum pemberontak yang dapat menyebabkan instabilitas politik. Hampir tidak ada kebijakan orba yang mencoba untuk mengintegrasikan pihak-pihak yang memberontak, bahkan terhadap keluarga mereka sekalipun. Pendekatan militer menyebabkan terjadinya kekerasan dan pelanggaran HAM di Aceh, seperti penghilangan orang, pembunuhan, pemerkosaan, dan penculikan. Sedangkan Hasan Tiro, sebagai ketua kelompok GAM, diasingkan di Swiss dan baru saja kembali ke tanah air pada tahun 2008 kemarin.

Separatisme di Aceh justru semakin berkembang setelah tindakan represif dari pemerintahan orde baru. Dengan munculnya generasi baru yang mendukung GAM yang terdiri dari para korban Daerah Operasi Militer. Generasi ke-2 kelompok GAM ini melakukan eksodus keluar dan melakukan perjuangan dari luar Aceh, melalui Malaysia, Libya, dan Jenewa.

Turunnya Soeharto dari kursi kepresidenan, menandakan berakhirnya era orde baru. Berbagai upaya untuk meredam pemberontakan di Aceh masih terus diusahakan oleh presiden-presiden RI berikutnya. Sejak era presiden B.J. Habibie sampai dengan presiden Megawati telah mengupayakan berbagai kebijakan. Namun sayangnya kebijakan-kebijakan tidak berjalan secara efektif. Sampai akhirnya, pemerintah kembali menggunakan pendekatan militeristik untuk menyelesaikan masalah di Aceh.

Pada era Abdurrahman Wahid, jalur diplomasi sudah mulai diterapkan untuk mendamaikan hubungan antara Indonesia dan Aceh. Gusdur menggunakan upaya dialog damai, yang bernama Jeda Kemanusiaan I dan II. Namun jalur ini kembali tidak efektif, karena Gusdur terpaksa turun dari kursi pemerintahan sebelum masa jabatannya usai. Pada era Megawati Soekarnoputri, pemerintah kembali menggunakan pendekatan militeristik yang membuat semakin banyaknya korban-korban sipil yang berjatuhan dengan menjadikan Aceh sebagai daerah darurat militer. Dan sekali lagi pendekatan militer membuat Indonesia menjadi semakin jauh dengan GAM. Yang akhirnya membuat masalah separatisme ini menjadi semakin berlarut-larut.

Menurut saya, Presiden harus melakukan tindakan yaitu dengan mempertemukan kedua belah pihak yang bersengket. Beliau harus melakukan pendekatan secara manusiawi supaya masalah tersebut dapat diselesaikan dengan baik tidak dengan cara kekerasan. Karena jika masalah ini tidak segera diselesaikan akan mengancam integrasi nasional.






Sumber :
http://www.kompasiana.com/rizkirulya/sekilas-tentang-konflik-aceh_550066458133115318fa7607

Tidak ada komentar:

Posting Komentar