Minggu, 27 Desember 2015

Emansipasi Wanita (Pelapisan Sosial dan Kesamaan Derajat)

Seiring dengan perkembangan zaman, melalui gerakan emansipasi ini, perempuan Indonesia akhirnya dapat mensejajarkan diri dengan kaum pria dalam berbagai bidang kehidupan, baik di bidang politik, ekonomi maupun sosial. Perempuan sudah dapat men-duduki posisi-posisi penting di bidang birokrasi. Perempuan juga sudah dapat berkiprah di bidang politik. Selain itu, perempuan juga sudah banyak yang sukses di bidang sosial dan ekonomi.

Di bidang ekonomi, tidak sedikit perempuan yang menjadi tulang punggung keluarga atau membantu suami bekerja. Bahkan, ada beberapa perempuan yang mengerjakan pekerja-an laki-laki sebagai supir bus. Hal ini terlihat pada Perusahaan Transjakarta Busway  yang memiliki 80 pengemudi perempuan. Dalam bidang sosial, perempuan yang dulu lekat dengan stigma kasur, sumur, dan dapur sekarang telah mampu bangkit dan menggeser stigma kasar tersebut. Bahkan, dalam bidang sosial ini kaum perempuan telah memiliki benteng untuk melindungi diri dari pengaruh globalisasi dalam bidang sosial ini. Kaum perempuan telah dilindungi oleh UU (Undang-Undang) pornografi dan pornoaksi yang banyak menyita perhatian khalayak. Pada hakikatnya UU (Undang-Undang) tersebut adalah sebuah bentuk perlindungan kehormatan perempuan yang dijadikan bahan eksploitasi oleh pihak-pihak yang berkepentingan.


Beberapa perempuan Indonesia sudah membuktikan kepada bangsa bahwa mereka mampu memegang peran penting dalam membangun bangsa. Salah satu dari mereka adalah  Mari Elka Pangestu seorang ekonom Indonesia kelas dunia. Kita juga mengenal Susi Susanti yang sudah mengharumkan nama Indonesia dalam bidang olahraga (bulu tangkis), beliau adalah peraih piala emas Olimpiade Bercelona pada tahun 2002. Sosok yang masih tergambar jelas di hati rakyat adalah mantan presiden kelima kita yaitu Megawati Soekarnoputri, wanita pertama yang pernah memerintah negara ini. Mereka semua adalah pelaku emansipasi perempuan. Mereka memanfaatkan jasa Raden Ajeng Kartini tersebut untuk membekali diri mereka sendiri dengan keahlian, pengetahuan, dan wawasan berfikir yang luas. Mereka mencari dan menggali potensi mereka tanpa menuntut selalu diistimewakan sebagai perempuan. Ibu kita Kartini pasti bangga pada mereka.

Dewasa ini emansipasi seringkali disala artikan. Emansipasi sering kali menjadi alasan yang dicari bagi kaum perempuan, khususnya remaja putri untuk mendapatkan kebebasan seluas-luasnya, dan seringkali berlebihan kadarnya. Kita bisa melihat fakta-fakta yang terjadi di era ini, seperti riset yang dilakukan yang menyatakan bahwa dari data yang dihimpun dari 100 remaja, terdapat 51 remaja perempuannya sudah tidak lagi perawan. Hasil Riset ini disampaikan oleh Sugiri kepada sejumlah media dalam Grand Final Kontes Rap dalam memperingati Hari AIDS sedunia di lapangan parkir IRTI Monas, Minggu (28/ 11/2010). Sugiri juga merincikan bahwa di Surabaya perempuan yang sudah tidak perawan lagi mencapai 54%,  di Medan 52%, serta Bandung mencapai 47% dan data ini dikumpulkan selama kurun waktu 2010 saja. Selain itu, lebih ekstrim lagi jika kita membicarakan pelacur-an anak gadis di bawah umur. Wajah lugu dan pikiran yang masih polos diracuni oleh paham-paham hidup senang secara praktis. Sungguh mengerikan, karena paham itu ditanamkan orang tua mereka sendiri. Akibatnya, tidak jarang kita temui orang tua yang tega menjual anaknya demi materi. Selebihnya dilakukan sendiri oleh si perempuan muda tersebut  dengan alasan  untuk mendapatkan hidup yang lebih layak dan untuk menghidupi orangtuanya di rumah. Perbuatan ini tanpa mereka sadari telah menjatuhkan harga diri perempuan secara global.

Permasalahan di atas menyebabkan status perempuan semakin tenggelam dalam kekelaman masa. Harapan, angan-angan untuk maju telah ternoda dengan kenyataan tersebut. Akibat dari permasalahan tersebut, perempuan semakin direndahkan. Tidak ada lagi rasa nasionalisme mengingat jasa pahlawan yang sudah memperjuangkan emansipasi. Harga diri wanita yang semakin rendah dengan perbuatan keji seperti itu jelas-jelas Raden Ajeng Kartinikecewa. Kecewa dengan kaum penerusnya yang menyalahgunakan perjuangannya  untuk meningkatkan harkat perempuan. Pembebasan atas diskriminasi pada perempuan seharusnya dimanfaatkan untuk mengembangkan dan membangkitkan eksistensi kaum perempuan secara terhormat, bukan menginjak dan menurunkan harga diri kaum perempuan itu sendiri.

Di zaman yang semakin maju dan semakin pesat ini apakah emansipasi perempuan akan dibiarkan seperti ini? Mengingat perjuangan para pahlawan yang mengabdikan dirinya hanya untuk bangsa tercinta ini. Sedikit pun mereka tidak mau menurunkan harga diri meski harus kehilangan nyawa.
Masih rendahnya keterlibatan dan partisipasi perempuan khususnya generasi muda di dalam pembangunan ekonomi, sosial, politik dan bidang lainnya yang bersifat membangun bangsa ditambah lagi oleh efek negatif globalisasi yang mempengaruhi pikiran-pikiran gene-rasi muda (perempuan) bangsa harus menjadi musuh bersama kita, dalam rangka menyukses-kan pembangunan menyeluruh di negeri ini.


Demi membangun bangsa ini agar menjadi lebih baik lagi, kaum perempuan tidak boleh melupakan hakikatnya sebagai seseorang perempuan yang mempunyai sumber ke-lembutan. Sudah selayaknya kaum perempuan perlu menyadari akan kodratnya. Perempuan diharapkan bisa menjadi pendidik pertama dan utama bagi anak-anak yang dilahirkannya. Menjadi Ibu yang dapat membimbing mereka menjadi anak yang kuat, cerdas, dan mem-punyai etika yang baik agar dapat berguna bagi bangsa, negara, dan agama. Itulah sebenarnya peran wanita yang utama selain berbagai peran di ketiga bidang kehidupan ekonomi, politik dan sosial. Wanita dituntut untuk menjalani kehidupan sesuai perannya masing-masing. Wanita telah menjadi sosok yang harus di hormati dan dilindungi dari berbagai kekerasan dan penganiayaan. Namun, wanita juga harus sadar akan tugas utamanya. Tugas ini mampu untuk menyadarkan perempuan generasi muda untuk menjadi perempuan yang terhormat, berharga dan sebagai kebanggaan bangsa.

“Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak pernah melupakan sejarah dan jasa-jasa pahlawannya yang berjuang hanya untuk bangsa tercinta ini” ujar Ir. Soekarno. Kita seharusnya dapat meman-faatkan emansipasi perempuan yang sudah diperjuangkan Kartini dengan sebaik-baiknya, yaitu membekali diri untuk berpartisipasi membangun bangsa ini, mengharumkan nama kaum perempuan, membuat bangga bangsa dan tidak menjadi seseorang yang menjatuhkan martabatnya sebagai seorang perempuan. Emansipasi perempuan ini seharusnya dapat men-jadikan generasi muda perempuan yang cerdas bukan menjadi lemah. Jadikan perempuan sebagai subjek bagi bangsa ini dan tidak hanya menjadi objek. Sekaranglah saatnya generasi muda perempuan mencatatkan dirinya sebagai pelaku emansipasi yang mampu berdiri meng-ambil peran penting untuk membangun bangsa yang tercinta ini.


Sabtu, 26 Desember 2015

Keterkaitan Masyarakat Desa dan Masyarakat Kota (Masyarakat Perkotaan dan Masyarakat Pedesaan)



Masyarakat pedesaan dan perkotaan adalah dua komunitas yang saling membutuhkan. Di antara keduanya terdapat hubungan yang erat dan bersifat ketergantungan karena keduanya saling membutuhkan satu sama lain. Kota tergantung pada dalam memenuhi kebutuhan warganya akan bahan pangan seperti beras sayur mayur, daging dan ikan. Desa juga merupakan sumber tenaga kasar bagi jenis pekerjaan tertentu di kota.
1.   Bersifat ketergantungan
2.   Desa juga merupakan tenaga kasar pada jenis pekerjaan tertentu
3.   Kota menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan desa
4.   Kelompok para penganggur di desa
5.   Masyarakat tersebut bukanlah 2 komunitas yang berbeda
6.   Peningkatan penduduk tanpa diimbangi perluasan kesempatan kerja berakibat kepadatan
7.   Kota tergantung desa dalam memenuhi kebutuhan bahan pangan

Masyarakat Desa atau juga bisa disebut sebagai masyarakat tradisional manakala dilihat dari aspek kulturnya. Masyarakat pedesaan itu lebih bisa bersosialisasi dengan orang orang di sekitarnya. Masyarakat desa adalah kebersamaan, sedangkan Pola interaksi masyarakat kota adalah individual.Sebagai contoh kalau anda pergi ke suatu desa dan anda bertanya dengan dengan seseorang siapa nama tetangganya, pasti hafal. Kalau di kota, kurang dapat bersosialisasi karena masing masing sudah sibuk dengan kepentingannya sendiri.

Pola interaksi masyarakat pedesaan adalah dengan prinsip kerukunan, sedang masyarakat perkotaan lebih ke motif ekonomi, politik, pendidikan, dan kadang hierarki. Pola solidaritas sosial masyarakat pedesaan timbul karena adanya kesamaan kemasyarakatan, sedangka masyarakat kota terbentuk karena adanya perbedaan yang ada dalam masyarakat.


Hubungan antara Masyarakat Kota dan Desa yaitu adanya ketergantungan Masyarakat kota dalam memenuhi kebutuhan sehari - harinya, yaitu masyarakat desa membutuhkan bahan pangan yang dikirim dari pedesaan seperti beras, sayur - mayur, buah - buahan, dan daging hasil ternak dari desa, dan masyarakat kota pun masih memerlukan tenaga kerja kasar dai masyarakat desa seperti petukang untuk membangun rumah dan pekerjaan kasar lainnya yang tidak biasa dikerjakan oleh masyarakat kota. Masyarakat desa pun memiliki ketergantungan terhadap masyarakat kota yaitu memerlukan pasokan listrik yang para ahlinya dari perkotaan, karena banyak desa yang belum memiliki aliran listrik, listrik ini juga dibutuhkan masyarakat desa untuk mengetahui Informasi yang ada di kota melalui Televisi yang dibeli dari kota dan barang - barang elektronik lainnya. Masyarakat desa juga memerlukan obat - obatan dan pakaian yang di produksi di kota demi keberlangsungan hidupnya, Dan masyarakat desa juga memerlukan bantuan dari masyarakat kota dimana dalam hal pekerjaan mereka ingin lebih baik lagi yaitu dengan diadakannya sosialisasi ke desa bagaimana teknologi yang canggih yang lebih praktis untuk menangani pekerjaan mereka di desa.

Oleh karena itu baik Masyarakat  kota maupun desa jangan sampai berselisih, yang beranggapan masyarakat kota selalu memanfaatkan masyarakat desa yang nyatanya masyarakat desa pun bisa memanfaatkan Masyarakat kota. Jadi sebenarnya tidak ada yang saling memanfaatkan tetapi yang ada ialah saling membantu satu sama lain.




Sumber :

http://manusiabudaya.blogspot.com/2012/06/perbedaan-masyarakat-desa-kota.html

Menkeu Siap Luncurkan Bantuan Dana (Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Kemiskinan)


Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berupaya keras untuk mengurangi angka kemiskinan di Indonesia. Strategi ini disiapkan menyusul peningkatan jumlah penduduk miskin sebanyak 860 ribu orang menjadi 28,59 juta pada periode Maret 2015. Menteri Keuangan (Menkeu), Bambang Brodjonegoro mengungkapkan, pemerintah akan memperluas program bantuan tunai bersyarat serta penambahan Kredit Usaha Rakyat (KUR). "Bantuan tunai bersyarat akan kami perluas, lalu KUR ditambah. Itu upaya mengurangi kemiskinan," ujar dia seperti ditulis Rabu (16/9/2015).



Bambang optimistis, langkah tersebut akan berdampak signifikan terhadap penyusutan angka penduduk miskin di Indonesia. "Ini pengaruhnya signifikan, makanya harus serius dan harus tepat sasaran," tegasnya. Seperti diketahui, pemerintah akan memberi bantuan tunai bersyarat kepada 6 juta rumah tangga sangat miskin. Kebijakan ini rencananya diluncurkan tahun depan. Bantuan tunai bersyarat, diakui Menkeu Bambang telah berhasil menurunkan gini rasio (ketimpangan pendapatan antara orang kaya dan miskin) di Brazil.

Sementara program KUR akan menjadi prioritas pada tahun depan. Pemerintah memangkas bunga KUR menjadi 9 persen dari 12 persen dengan nilai Rp 120 triliun di 2016. Angka ini naik empat kali lipat dari plafon KUR tahun ini sebesar Rp 30 triliun.

Kepala BPS, Suryamin sebelumnya mengungkapkan, basis penduduk miskin di Indonesia pada bulan ketiga ini sebesar 28,59 juta orang dengan prosentase 11,22 persen terhadap total penduduk Indonesia. Angka tersebut mengalami kenaikan dari realisasi jumlah penduduk miskin di periode Maret dan September tahun lalu. "Jumlah ini terjadi kenaikan 860 ribu orang miskin dibanding realisasi jumlah penduduk miskin sebesar 27,73 juta di September 2014. Sedangkan dibanding Maret 2014 yang 28,28 juta jiwa, angka orang miskin di Maret 2015 bertambah 310 ribu," jelas dia.

Suryamin merinci, jumlah penduduk miskin di perkotaan pada Maret 2015 sebanyak 10,65 juta orang atau lebih rendah dibanding orang miskin di pedesaan yang mencapai 17,94 juta orang. Sementara pada Maret 2014 dan September 2014, penduduk miskin di perkotaan dan pedesaan masing-masing 10,51 juta jiwa dan 17,77 juta jiwa serta 10,36 juta jiwa dan 17,37 juta jiwa.


Menurut saya, saya setuju dengan langkah yang diambil oleh Kemenkeu. Dengan adanya bantuan yang disalurkan pemerintah kepada warga yang kurang mampu  dapat mengurangi rasio kemiskinan di Indonesia. Namun, pemerintahan harus tepat memberikan bantuan dana tersebut kepada warga yang benar-benar membutuhkan karena banyak dari warga yang berkecukupan terkadang mendapatkan dana tersebut sehingga warga yang lebih membutuhkan banyak yang tidak mendapatkan dana bantuan dari pemerintah.




Sumber :
http://bisnis.liputan6.com/read/2318602/jumlah-orang-miskin-bertambah-menkeu-siap-kucurkan-bantuan

Integrasi Sosial Rakyat Aceh (Pertentangan Sosial dan Integrasi Masyarat)

Gerakan Aceh Merdeka atau yang biasa disebut dengan GAM, merupakan organisasi separatisme yang telah berdiri di Aceh sejak tahun 1976. Tujuan didirikannya GAM ini ialah agar Aceh dapat lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan membuat negara kesatuan sendiri dengan nama Nanggroe Aceh Darussalam. Gerakan Aceh Merdeka juga dikenal dengan nama Aceh Sumatera National Liberation Front (ASNLF).


Pada awalnya, GAM adalah sebuah organisasi yang diproklamirkan secara terbatas. Deklarasi GAM yang dikumandangkan oleh Hasan Tiro dilakukan secara diam-diam disebuah kamp kedua yang bertempat di bukit Cokan, Pedalaman Kecamatan Tiro, Pidie. Setahun kemudian, teks tesebut disebarluaskan dalam versi tiga bahasa; Inggris Indonesia, dan Aceh. Penyebaran naskah teks proklamasi GAM ini, terungkap ketika salah seorang anggotanya ditangkap oleh polisi dikarena pemalsuan formulir pemilu di tahun 1977. Sejak itulah, pemerintahan orde baru mengetahui tentang pergerakan bawah tanah di Aceh.

Pada awalnya, gerakan ini terdiri dari sekelompok intelektual yang merasa kecewa atas model pembangunan di Aceh. Hal ini terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan di bawah orang-orang Jawa. Kelompok intelektual ini berasumsi bahwa telah terjadi kolonialisasi Jawa atas masyarakat dan kekayaan alam di Aceh. Untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat, kalangan pemuda, serta tokoh-tokoh agama di Aceh, Hasan Tiro mereproduksi gagasan anti-kolonialisasi Jawa. Gagasan-gagasan Hasan Tiro ini semakin memuncak setelah pemerintah orde baru meng-eksplorasi kekayaan gas alam dan minyak bumi di Aceh Utara sejak awal 1970-an.


Sebab lain terjadinya gerakan separatisme GAM di Aceh, di perkuat oleh dukungan yang datang dari para tokoh Darul Islam (DI) di Aceh yang belum diselesaikan secara tuntas di era orde lama. Tokoh-tokoh DI/TII yang gagal melakukan pemberontakan di Aceh, merasa bahwa dukungan mereka kepada GAM akan dapat membantu Aceh memperoleh kemerdekaannya sendiri.

Munculnya kelompok GAM ditanggapi oleh pemerintahan orde baru dengan cara yang represif. GAM dipandang sebagai gerakan pengacau liar sehingga harus dibasmi. Dimasa orde baru, tidak ada toleransi bagi kaum pemberontak yang dapat menyebabkan instabilitas politik. Hampir tidak ada kebijakan orba yang mencoba untuk mengintegrasikan pihak-pihak yang memberontak, bahkan terhadap keluarga mereka sekalipun. Pendekatan militer menyebabkan terjadinya kekerasan dan pelanggaran HAM di Aceh, seperti penghilangan orang, pembunuhan, pemerkosaan, dan penculikan. Sedangkan Hasan Tiro, sebagai ketua kelompok GAM, diasingkan di Swiss dan baru saja kembali ke tanah air pada tahun 2008 kemarin.

Separatisme di Aceh justru semakin berkembang setelah tindakan represif dari pemerintahan orde baru. Dengan munculnya generasi baru yang mendukung GAM yang terdiri dari para korban Daerah Operasi Militer. Generasi ke-2 kelompok GAM ini melakukan eksodus keluar dan melakukan perjuangan dari luar Aceh, melalui Malaysia, Libya, dan Jenewa.

Turunnya Soeharto dari kursi kepresidenan, menandakan berakhirnya era orde baru. Berbagai upaya untuk meredam pemberontakan di Aceh masih terus diusahakan oleh presiden-presiden RI berikutnya. Sejak era presiden B.J. Habibie sampai dengan presiden Megawati telah mengupayakan berbagai kebijakan. Namun sayangnya kebijakan-kebijakan tidak berjalan secara efektif. Sampai akhirnya, pemerintah kembali menggunakan pendekatan militeristik untuk menyelesaikan masalah di Aceh.

Pada era Abdurrahman Wahid, jalur diplomasi sudah mulai diterapkan untuk mendamaikan hubungan antara Indonesia dan Aceh. Gusdur menggunakan upaya dialog damai, yang bernama Jeda Kemanusiaan I dan II. Namun jalur ini kembali tidak efektif, karena Gusdur terpaksa turun dari kursi pemerintahan sebelum masa jabatannya usai. Pada era Megawati Soekarnoputri, pemerintah kembali menggunakan pendekatan militeristik yang membuat semakin banyaknya korban-korban sipil yang berjatuhan dengan menjadikan Aceh sebagai daerah darurat militer. Dan sekali lagi pendekatan militer membuat Indonesia menjadi semakin jauh dengan GAM. Yang akhirnya membuat masalah separatisme ini menjadi semakin berlarut-larut.

Menurut saya, Presiden harus melakukan tindakan yaitu dengan mempertemukan kedua belah pihak yang bersengket. Beliau harus melakukan pendekatan secara manusiawi supaya masalah tersebut dapat diselesaikan dengan baik tidak dengan cara kekerasan. Karena jika masalah ini tidak segera diselesaikan akan mengancam integrasi nasional.






Sumber :
http://www.kompasiana.com/rizkirulya/sekilas-tentang-konflik-aceh_550066458133115318fa7607